Tak Bisakah Dia Romantis
Gerimis malam itu masih saja belum reda. Yunita tetap saja menanti
berhentinya kereta api di stasiun Gambir, menunggu kepulangan Ulul yang
selalu dia nantikan suara lembutnya. Dia sangat rindu pada temannya dan
rindu itu dirasa amat menyekam setelah hampir satu tahun ini mereka
terpisah pada jarak. Ulul berkuliah di yogyakarta sedangkan Yunita
sendiri meneruskan kuliahnya di Jakarta.
Kereta api sudah berhenti dan penumpang berhuyung-huyung turun.
Matanya sibuk mencari Ulul diantara kerumunan orang berlalu-lalang.
Namun sayang tak dia dapati
Ulul di sana. Janjinya untuk datang menemui Yunita dirasa hanya janji
belaka. Kesetiaannya menunggunya di stasiun selama dua jam berlalu
begitu saja. Amat dingin diarasa udara malam itu, tapi hati dialah yang
lebih merasakan dingin. Mimpinya yang saat itu akan dia rasakan pelukan
hangat Ulul serasa melayang jauh bersama sepinya stasiun.
Yunita masih saja berdiri termangu. Matanya sudah basah akan air mata, menahan gejola hati yang kian membara.
“Hai…lama ya nunggu aku” ucap seseorang lembut.
Yunita
berbalik arah. Matanya melotot terkejut melihat Ulul telah berdiri di
depannya seraya menunjukkan senyum manisnya. Yunita hanya tersenyum haru
dan semenit kemudian dia segera merangkul Ulul, melepaskan
kerindukannya pada Ulul selama ini.
“Kamu membuatku hampir menangis Lul” ucap Yunita di sela isakan tangisnya.
“Bukan hampir tapi
emang sudah kan?” canda Ulul. Yunita memukul kecil dada Ulul. Merasa
haru sekaligus bahagia. Abim hanya tertawa kecil dan mendekapku erat.
“kita pulang yuk..” ajak Ulul.
Yunita termangu sesaat. Kecupan lembut yang begitu dia rindukan tak
dia dapati saat itu. Sikap Ulul yang selau kaku tetap dia dapati meski
telah satu tahun mereka terpisah pada jarak. Ulul bukanlah tipe cowok
romantis. Ulul adalah cowok tegas dan bijaksana yang tak pernah
memberinya belaian lembut kecuali dengan canda dan leluconnya. Namun
begitu Yunita selalu sayang dan cinta dia. Dia sendiri yakin bahwa Ulul
juga mencintainya. Buktinya selama lebih tiga tahun mereka pacaran tak
sekalipun Ulul menyakiti Yunita. Ulul selau membuatnya tertawa diantara
nada-nada humornya. Selama mereka pacaran cuma sekali Ulul mencium
Yunita ketika ia ulang tahun dan itupun juga di kening.
“Heh..kok ngelamun sih, pulang yuk.” Kata Ulul mengagetkan
Yunita. Yunita mengangguk pelan dan membiarkan Ulul menggandeng tangan
Yunita. Ada yang janggal saat itu dirasakannya. Ya.. Ulul mau menggandengnya.
Satu jam telah berlalu sia-sia. Ulul tak kunjung datang malam
itu sesuai janjinya untuk menemui Yunita di taman. Yunita hanya sabar
menunggu meski setiap menit malam itu dia rasakan penuh dengan rasa iri
ketika melihat pasangan yang lain tengah memadu kasih. Romantis sekali.
Dia jadi teringat akan kata-kata Ikfi tadi siang yang membuat
perasaannya bimbang.
“menurut ku pacaran tanpa belaian dan
ciuman itu ibarat makan tanpa lauk, kurang lengkap.” Ceplos Ikfi
mengomentari Yunita ketika ia menceritakan tentang sikap Ulul selama
mereka pacaran. Mendengar komentar Ikfi, Yunita hanya tertunduk.
“Coba kamu pikir selama kamu pacaran apa yang sudah Ulul kasih ke kamu. Cuma kasih sayang? Itu kurang non, apa kamu cukup puas dengan ngerasain kasih sayang itu dan apa kamu sudah pernah dapat wujud dari kasih sayang itu?”
“maksud mu?”tanyaku tak mengerti.
“misalnya
kalau dia apel dia ngasih setangkai mawar buat kamu atau setidaknya dia
mencium kening mu sebagai ungkapan dia sayang dan cinta sama kamu”
“Ulul memang tidak pernah melakukannya Fi…” kata Yunita datar.
“Lha
terus kenapa kamu betah. Cowok nggak romantis gitu kenapa masih kamu
pertahankan. Bisa makan ati tahu nggak! Boro-boro kamu dibelai, dipegang
saja tidak. Menurut ku cowok seperti itu tidak bisa menghargai arti
cinta. kamu benda hidup Yun, yang kadang juga ingin disentuh, tapi
sayangnya kamu bego jika harus rela menyerahkan hati mu pada dia.” ucap
Ikfi panjang lebar yang selalu mengiang-ngiang di telingaku.
“Apa benar kata Ikfi? Entahlah aku sendiri tak mengerti. Kadang aku
sendiri sempat berfikir apa benar Ulul mencintaiku, karena selama ini
Ulul tak sekalipun membelaiku ketika dia apel. Hatiku benar-benar sakit
mengingat itu semua. Ulul bukanlah tipe cowok romantis yang selau
kuimpikan, Ulul yang selau bersikap biasa bila bersamaku dan anehnya
semua itu kujalani begitu saja selama tiga tahun lebih, bukan waktu yang
singkat memang, karena itu aku selalu berusaha menepis jauh-jauh
kegundahanku soal cowok romantis.”
Tapi tidak dengan malam itu. Ketidaksabaran Yunita menunggu Ulul
yang molor datang membuat dia semakin yakin kalau Ulul tidak
menyayanginya ataupun mencintainya. Hubungan itu hanya sebagai hubungan
berstatus pacaran tapi tanpa cinta. Meskipun tiga tahun yang lalu Ulul
resmi mengikrarkan cintanya pada Yunita.
“Kamu lama ya
menugguku? Maaf mobilku mogok tadi” kata Ulul menghentikan niat Yunita
yang ingin meniggalkan taman saat itu juga.
“Tidak ada alasan lain?” Tanya Yunita sinis. Ulul menatap dia dengan janggal.
“Kamu marah Ta?”, tanya Ulul datar.
Yunita
hanya acuh tak acuh. Yunita ingin tahu bagaimana reaksi Ulul jika
melihat dia marah. Yunita ingin Ulul mengerti apa yang dia iginkan,
menjadi cowok romantis itulah mimpinya. Tidak seperti saat itu. Yunita
dan Ulul duduk dalam jarak setengah meter. Tidak dekat dan mesra-mesraan
seperti pasangan lain malam itu.
“Ta maafin aku, tapi mobilku emang tadi mogok.”
“Kamu
kan bisa telepon atau sms aku Lul, bukan dengan cara membiarkanku menuggumu kayak gini.”
“Aku lupa bawa Hp Ta.”, ucapnya pelan. Aku tetap tak mengindahkannya.
“Kamu
tahu tidak Lul, malam ini aku semakin yakin kalau kamu memang tidak
pernah serius mencintaiku” papar Yunita tersendat.
“Ta kenapa
kamu bicara seperti itu. Apa kamu kira selama tiga tahun lebih kita
pacaran aku hanya iseng saja. Aku pikir kamu bisa paham tentang aku,
tapi nyatanya…”
“Ya aku memang tidak paham tentang kamu. Kamu
yang kaku dan beku bila di sampingku yang tidak pernah membelaiku dan
mengucapkan kalimat-kalimat indah di telingaku. Kamu yang cuma sekali
mencium dan berkata aku cinta kamu. Kamu yang tidak memberiku
perhatian-perhatian romantis selama ini. Kamu..kamu Lul membuatku muak
dengan semua ini”, kata Yunita dengan nada tersendat.
Mata Yunita telah tergenang air hangat dan dia sunguh tidak sanggup lagi membendungnya.
“Jadi
kamu pikir cinta cuma bisa diungkapkan dengan keromantisan Ta, kamu
kira apa hubunga kita terjalin tanpa rasa apa-apa dariku?”, tanya Ulul.
Yunita masih terdiam bisu dalam tangisnya.
“Ta..selama
ini aku mengira kamu sudah mengerti banyak tentang aku, tapi ternyata
aku salah. Kamu bukan Yunitaku yang dulu..”
“Kamu memang
salah menilai aku dan akupun juga salah menilai kamu. Menilai tentang
hatimu dan tentang cintamu selama ini”
“Perlu kamu tahu Ta aku sangat mencintaimu dan sayangnya rasa cintaku ini harus kamu tuntut dengan keromantisan”
“Aku tidak bermaksud menuntut Lul, aku cuma ingin hubungan kita indah seperti orang lain”
“Wujud
dari keindahan itu bukan terletak pada keromantisan Ta tapi terletak
pada cinta itu sendiri. Aku tidak pernah membelai dan menciummu karena
aku menghormati cinta kita. Aku tidak ingin hubungan kita menjadi
ternoda dengan hal-hal yang dimulai dari belaian ataupun ciuman. Aku
sayang kamu dan dengan itulah aku bisa buktikan seberapa dalam aku
mencintaimu”
Dada Yunita berdesir seketika. Segera dia tatap mata teduh Ulul. Disana ia dapati keteduhan cinta dan kasihnya.
“Ta…jika
kamu anggap cinta cuma bisa dinyatakan dengan sentuhan-sentuhan
keromantisan itu salah. Cinta bukan cuma itu saja. Yang terpenting
adalah bagaimana kita bisa menjaga hubungan suci itu tetap suci sampai
kita benar-benar terikat pada hubungan yang halal. Selama ini aku kira
kamu bisa mengrti itu semua. Tapi aku salah dan untuk itu aku minta maaf
jika aku tidak bisa menjadi seperti apa yang kamu mau”
“Lul aku cuma..”, ucap Yunita tak terteruskan.
Ada rasa sesak yang keluar begitu saja di hatinya. Yunita telah melukai Ulul dan itu bisa ia lihat dari kalimat datarnya.
“Kamu
tidak salah Ta dalam hal ini. Dan sepautnya aku melepaskanmu malam ini,
membiarkanmu mencari cowok romantis seperti harapanmu. Jangan kamu kira
aku tidak pernah mencintaimu, karena itu membuatku terluka. Jujur
selama hidaupku aku tidak pernah memikirkan gadis lain selain dirimu”
Bersaman
kalimat itu Ulul berlalu meninggalkannya. Entah…kenapa bibir Yunita tak
mampu mencegah langkah Ulul. Semua ia rasa bagai mimpi. Hanya dengan
satu kesalahan ia buat semua berakhir dalam sekejap. Air matanyapun
sudah mengalir deras. Seharusnya ia bangga memiliki Ulul yang tidak
pernah neko-neko. Seharusnya aku tidak mendengarkan pendapat-pendapat
Ikfi tentang cowok romantis. Seharusnya aku tidak membuat Ulul terluka
saat itu.
Kereta api di stasiun Balapan sudah berangkat dua menit
setelah ia tiba di sana. Yunita berlari kesana-kemari memanggil-manggil
nama Ulul dari jendela satu ke jendela lain. Namun usahanya itu tanpa
hasil. Kereta api dengan perlahan telah membawa Ululnya dan juga
cintanya pergi jauh. Yunita berdiri terpaku melihat kereta api yang kian
menjauh. Sesalnya menumpuk. Yunita datang terlambat hingga tidak sempat
mengatakan maafnya pada Ulul.
Kini Yunita mulai sadar bahwa
tidak ada yang lebih bisa membahagiakannya kecuali dengan kehadiran
Ulul. Bagaimanapun dia, romantis ataupun tidak dialah orang yang
benar-benar ia cintai. Kenangan-kengan indah bersamanya walau tanpa
kemesraan saat itu membelainya dengan rasa yang teramat. Asanya telah
pergi dan itu cuma bisa ia lakukan dengan menangis terpaku di tempatnya
berdiri. Hidupnya tiada arti tanpa Ulul, dengan mencintainya apa adanya
itu sudah lebih dari cukup. Tidak ada lagi tuntutan untuk dia berubah
menjadi Ulul yang romantis. Rasa sesal telah membuatnya menyimpan
permintaan maaf untuk Ulul.
Sampai dadanya tersentak
merasakan tangan seseorang meraih bahunya Yunita. Ia menatap tajam wajah
itu. Mata teduh yang selalu membuatnya merasa damai jika didekat Ulul.
Kelebutan jiwanya senantiasa menyuguhkan warna indah dalam memori dan
sungguh tidak ada yang lebih romantis selain Ulul…
Komentar
Posting Komentar