BINTANG BERSINAR DIBULAN
Karya Ken Apriela
“Laaaaaaaaan! Gue dapet formulir panitia mahasiswa baru nih!”, teriak
Kenari sambil berlari ke arahku yang sedang sibuk didepan barang
berhargaku; laptop.
“Aih…kenapa sih lu demen banget buat jantung gue copot!”, kataku kesal.
“Yaaa, maaf hehehe, yaaaah Nona Bulan begitu aja kok ngambek sih, sensi amat? hihi”, goda Kenari sambil mencolek daguku.
“Udah tahu gue lagi serius dan sibuk begini huh”, kataku dengan ekspreksi wajah ditekuk.
“Hahahaha, mau ga nih formulirnya?”, goda Kenari sambil melayang-layangkan di udara kertas formulirnya.
Aku melirik dan hendak mengambil kertas formulir dari tangan Kenari
lantas Kenari menahannya seraya berkata “Etssss, main ambil aja, senyum
dulu dong!” goda Kenari lagi.
Aku tersenyum melihat tingkahnya. Memang dari dulu aku tidak pernah bisa
berlama-lama marah dengan Kenari, karena Ken sahabatku itu selalu
mempunyai taktik untuk membuatku tersenyum.
|
Bintang Bersinar Dibulan |
Malam sudah larut, namun aku masih saja berkutat dengan diktat kuliahku
karena esok hari aku harus bergelut dengan soal-soal Ekonomi Umum.
Kurasa cukup belajar untuk malam ini, sekarang waktunya mempersiapkan
syarat-syarat apa saja yang harus dipersiapkan untuk melamar menjadi
panitia mahasiswa dikampus, pikirku.
Waktu menunjukkan pukul 22.30. Kantukpun menyerangku, segera aku
bergegas pergi ke tempat tidur, karena akupun sudah merasa lelah.
Siang hari dikampus.
“Ken, gue udah lengkap nih semua persyaratannya, lo gimana?” tanyaku antusias.
“Sopasti udah juga dong hehehe,” jawab Ken sambil cengar-cengir.
“Oke bagus deh kalau gitu, wawancaranya malam ini kan? Lo ambil divisi apa Ken?” tanyaku lagi.
“Iya neng malam ini. Gue divisi acara sama PJPK, elo?” tanya Ken
(FYI aja, divisi PJPK itu singkatan dari Penanggung Jawab Program Keahlian ya semacam mentor untuk mahasiswa baru)
“Ya ampun kita sehati banget Ken, padahal kan kita ga janjian dulu semalam, so sweet hahaha” kataku tertawa.
“Hahaha, lupa ya kan kita punya telepati,” kata Ken tertawa.
Aku dan Ken sudah berkawan sejak lama sehingga terkadang hal-hal tidak terduga bisa terjadi secara bersamaan hihi.
Malam hari saat test wawancara aku dan Ken hampir saja datang terlambat,
untungnya dewi fortuna sedang berpihak pada kami hihi. Aku dan Ken
segera menuju lantai dua kampus dan melakukan registrasi. Kami memasuki
ruang tunggu dan mencari tempat duduk yang nyaman. Hm..banyak juga yang
daftar ingin jadi panitia, pikirku.
Lama menunggu akhirnya Ken dipanggil untuk masuk ke ruangan divisi
acara, semakin bergetar saja tubuhku, gugup dan panik menggelayuti
jiwaku.
“Lan! Gue masuk duluan ya, doain gue” kata Ken mengejutkanku.
“Oh iya-ya Ken, good luck yaaa!”,kataku gugup.
“Heh, kenapa lo? Hahahaa kok panik gitu kan belum dipanggil”, ledek Kenari.
“Ah diem lu, gue deg-degan nih, udah buruan sana masuk, malah diem disini, hush hush”, usirku.
“Hahahaha iyaaaa nona manis”, Ken tertawa dan berjalan menuju sumber suara yang memanggilnya.
Kini, tinggal aku sendiri berdiam diri dengan segala kegundahan yang
kumiliki. Kuakui, aku memang seorang yang tidak pernah percaya diri
dalam situasi apapun, meski aku sudah menjadi mahasiswa, aku tetap saja
merasa kesulitan untuk menjadi seorang yang percaya diri. Sehingga
kuputuskan untuk selalu aktif di kampusku untuk membangun kepercayaan
diriku. Tak hentinya aku menarik nafas untuk mengusir kegelisahan dan
kegugupan dalam diri ini.
“Ratu Bulan Purnama”, panggil salah seorang panitia.
Ah…Tuhan…..dia memanggil namaku, apa yang harus aku lakukan di dalam sana. Tolong Bulan Tuhan…
“Ratu Bulan Purnama”, sekali lagi panitia itu melayangkan suaranya ke udara memanggil namaku.
“Oh, iya, iya, saya Ratu Bulan Purnama”, kataku setengah berlari.
“Oke Bulan, sudah siap? Silahkan masuk ke pintu disebelah kanan saya”, kata panitia itu sambil tersenyum.
“Oke, insya Allah saya siap, terima kasih”, jawabku membalas senyumannya.
Ku atur kembali irama nafasku, seraya berdoa didalam hati. Dengan mengucapkan bismillah dengan mantap aku mengetuk pintu itu.
“Ya, silahkan masuk”, sapa seorang laki-laki.
“Terimakasih”, jawabku sambil tersenyum.
Di ruangan itu terdapat dua meja pewawancara yang kosong, yang satu
ditempati seorang pria dan yang satu lagi ditempati seorang wanita
berjilbab. Lantas aku otomatis memilih mendatangi meja pewawancara
berjilbab karena akan semakin guguplah diri ini jika menghadapi lawan
bicara seorang pria tidak dikenal hoho.
“Hai Ratu Bulan Purnama, silahkan duduk” sapa wanita itu dengan senyuman yang tersungging dibibirnya.
“Ya, terimakasih” kataku singkat tak lupa membalas senyumannya.
“Well, disini saya akan mewawancarai anda untuk divisi PJPK, nama saya
Anisa panggil saja Ica, silahkan perkenalkan dirimu” perintah Ica.
“Oke, nama saya Ratu Bulan Purnama, nama panggilan saya Bulan, saya dari PK Akuntansi 49”, jawabku.
Lima menit berlalu setelah perkenalan itu, rasanya waktu berjalan sangat
lambat sekali, aku masih saja belum bisa menguasai diriku untuk percaya
diri. Ada apa dengan diriku ini. Setelah pergelutan batin yang tak
kunjung berakhir, finally Ica menutup wawancara dan mengucapkan
terimakasih.
Aku mengusap peluh didahiku dan segera menuju pintu keluar ruangan
tersebut. Ada rasa lega menyelimutiku ketika aku sudah berada di ruang
tunggu. Ku lemaskan otot-otot badan ku agar lebih rileks. Ku rasa aku
pesimis untuk menjadi anggota divisi PJPK, ah masih ada divisi acara,
aku harus berikan jawaban yang terbaik! tekadku.
Baru lima menit aku duduk me-rileks-kan diri sudah terdengar kembali
namaku yang anggun dan menawan dilayangkan jelas ke udara. Ah, tadi lima
menit di dalam ruangan saja rasanya seperti sudah satu abad, giliran
duduk-duduk istirahat, lima menit berasa satu detik huh.
Mau tidak mau aku segera beranjak dari tempat dudukku menghampiri sumber
suara. Kali ini tidak sampai dua kali loh aku dipanggil baru
menghampiri, cukup satu kali saja hehehe. Kepercayaan diriku meningkat
karena aku sudah bertekad memberikan yang terbaik untuk kesempatan kedua
ini.
Ketika sudah sampai di ruangan divisi acara, nyaliku tiba-tiba menciut.
Alamaaaak….ini mau test wawancara apa berkelahi, keroyokan bener yang
mau mewawancaraiku, gumamku dalam hati. Semangat percaya diri yang sudah
kubangun selama lima menit tadi mulai berkurang kadarnya. Aku melihat
tiga orang manusia yang akan mewawancaraiku. Dua orang pria dan satu
orang wanita. Aku kembali mengatur irama nafasku agar tidak terlihat
gugup.
“Selamat malam, boleh saya duduk?”tanyaku mencoba memberanikan diri mengawali pembicaraan kami malam itu.
“Oh ya, tentu saja silahkan duduk”, jawab seorang wanita berjilbab.
“Terimakasih” kataku sambil tersenyum manis.
Akhirnya mereka mulai memperkenalkan satu persatu. Mereka adalah Gita,
Hanif, dan Bintang. Oalaaah pria mungil berwajah manis, berhidung
mancung, dan bibirnya yang merah menggoda itu bernama kak Bintang toh.
Ada Bulan dan Bintang dong disini hihihi. Dan mataku yang liar ini mulai
memperhatikan gerak-gerik tubuh kak Bintang. Sungguh pria itu sangat
menarik perhatianku. Dan aku mulai memperkenalkan diriku.
“Nama saya Ratu Bulan Purnama, saya biasa dipanggil Bulan”….
“Hah? Bulan?”, kak Bintang memotong pembicaraanku.
“Iya kak, nama saya Bulan, ada apa kak?” tanyaku kebingungan.
“Wah kita diterangi Bulan dan Bintang git disini hehehehe” goda Hanif. Gita hanya tersenyum kecil.
“Eh maaf, maaf, ga ada apa-apa, silahkan dilanjutkan Bu-lan” jawab kak Bintang salah tingkah.
Aneh pikirku, dia seperti menekankan kata Bulan ketika berbicara, ada
apa? Naluri stalkerku menguasai pikiranku. Aku sih senang saja dia
memotong pembicaraanku, jadinya kan bisa berbicara dan saling menatap
hihi, apalagi aku dan kak Bintang digoda seperti itu oleh Hanif, ah
senangnya, pikirku.
Kembali ku fokuskan diri dan melanjutkan perkenalanku yang tertunda.
Gitapun mulai melontarkan beberapa pertanyaan dan aku menjawab dengan
penuh percaya diri.
“Kak Bintang, ada pertanyaan tambahan?”, tanya Gita
“Oh iya Git, ada,” jawab kak Bintang.
Well Bulan, ada satu pertanyaan dan kamu harus mempersiapkan beberapa jawaban, ok?” kata kak Bintang kepadaku sambil tersenyum.
Tuhan…Senyumannya….Aku menatapnya lekat dan melempar senyuman sembari menganggukan kepala.
“Oke, dalam suatu acara pernikahan kamu mempunyai 5 anak buah, yang
pertama orangnya banyak bicara dan bekerja, kedua banyak bicara, ketiga
banyak bekerja, keempat suka mengatur, dan terakhir pendiam. Bulan mau
menempatkan ke lima anak buah itu untuk menjadi apa?” tanya kak Bintang.
Aku baru menjawab empat dari kelima tugas itu, entahlah aku tiba-tiba
kehilangan ide untuk satu jawaban terakhir, mungkin karena sedang
terbawa suasana bunga-bunga yang sedang bermekaran hehehe
“Em….untuk yang banyak bicara ditempatin di…..em….ditempatin di…..dimana
ya..em….”, jawabku kebingungan seraya menatap mata kak Bintang.
Aku terlalu lama menatap kak Bintang, sehingga yang ditatapnya kembali salah tingkah.
“Yak! Bulan, apa jawabannya”, kata kak Bintang membuyarkan lamunanku.
“Oh, iya kak iya itu jadi MC acaranya aja hehehehe”, jawabku spontan.
“Oke Bulan sangat bagus pemikirannya”, kata kak Bintang tersenyum.
“Terimakasih kak”, kataku membalas senyumannya.
Dengan berakhirnya pertanyaan yang dilontarkan kak Bintang kepadaku,
berakhir pulalah wawancara pada malam itu. Tuhan…terima kasih Engkau
telah mempertemukanku dengan makhluk terindah-Mu.
Sejak pertemuanku dengan kak Bintang malam itu, kami seperti dua sejoli
yang tak pernah terpisahkan. Dimana ada kak Bintang, disitu ada Bulan,
begitu teman-teman mengejek kami. Oh ya, aku dan Ken sudah sah menjadi
anggota divisi acara, dan ternyata kak Bintang adalah koordinator dari
divisi acara. Jadi ya gimana aku dan kak Bintang ga pernah terpisahkan,
wong setiap rapat divisi dan rapat general kak Bintang selalu ikut hadir
Aku bahagia ketika Tuhan mendengar dan menjawab apa yang menjadi harapanku. Bulan sayang Tuhan.
Kebersamaan aku dengan kak Bintang yang sudah terjalin hampir satu bulan
memang belum diikat dengan suatu hubungan. Begini saja sudah lebih dari
cukup membuatku bahagia. Meski setelah kedekatan kami terjalin, aku
mulai melupakan suatu hal yang aku dapatkan pasca menjadi seorang
stalker. Kak Bintang mempunyai masa lalu dengan seorang wanita bernama
Shilvia, mereka pernah menjalin hubungan selama dua tahun namun berakhir
karena jarak yang memisahkan mereka berdua, dan hal yang membuatku
sedih adalah Shilvi mempunyai panggilan kesayangan “Bulan” dari kak
Bintang. Hem pantas saja kak Bintang menekankan kata Bulan ketika
pertama kali mengetahui namaku. Ah tapi sudahlah itu kan hanya masa lalu
kak Bintang.
Hingga tiba saatnya dimana kebahagiaanku terenggut……
***
“Nih ya gue deket sama Bulan itu karena dia mengingatkan gue dengan masa
lalu gue, seengganya gue bisa mengobati kerinduan untuk kembali ke masa
lalu gue, meski itu ga mungkin banget”, suara seorang pria terdengar
bergema.
Sebuah suara pria yang hampir setiap hari ku dengar di telepon dalam
suatu ruangan sepi terdengar sangat jelas di kedua telingaku; membunuhku
secara perlahan. Hujan turun dengan derasnya seolah mewakili perasaanku
pada sore hari itu.
“Kak, lo jahat banget, ya ga boleh gitulah, kasihan Bulan kak”, suara seorang wanita menimpali.
“Iya gue memang egois iya, tapi ga bisa dipungkiri lagi hadirnya Bulan
membantu gue mengobati kerinduan gue dengan dia Git, ya meskipun Bulan
gue tahu dia anaknya baik dan menyenangkan. Gue nyaman dekat Bulan, tapi
gue merasa Bulan itu dia Git”, kata pria itu.
Sebuah pengakuan.
Dia? Dia Shilvia? Oh jadi selama ini……..Tuhan..Air mata turun deras membanjiri kedua pipiku.
“Aku bukan Shilvia kak, aku Bulan, Ra-tu Bu-lan Pur-na-ma. Aku dan
Shilvia berbeda. Shilvia memang mempunyai panggilan kesayangan “Bulan”
dari kak Bintang, sedangkan aku, nama asliku Bulan kak! Jadi jangan
samakan kami hanya karena kami “Bulan”!,teriakku histeris.
Aku berlari, berlari melawan derasnya air yang turun membasahi bumi. Aku
seorang gadis yang hidup dengan penuh pengharapan yang kadang harapan
itu tidak pernah mendapatkan jawaban, namun aku selalu setia dengan
penantianku akan sebuah harapan. Harapan yang kutaruh tinggi-tinggi pada
kak Bintang runtuh seketika. Kudengar sayup-sayup suara pria itu
memanggil namaku, pria yang telah membombardir hatiku; kak Bintang.
Setelah kejadian itu, aku enggan sekali bertemu dengan kak Bintang, aku
menghindari untuk berpa-pasan dengannya ketika bertemu dalam rapat.
Meski sudah berkali-kali kak Bintang mencegatku untuk meminta waktu
berbicara denganku namun aku selalu menolaknya dan dia tidak bisa
berbuat apa-apa. Terkadang ketika sedang rapat aku mulai mencuri-curi
pandang kearah kak Bintang. Tak kupungkiri aku sangat merindukan
saat-saat bersama kak Bintang. Tapi apa boleh buat hati ini terlanjur
retak, hati ini terlanjur terbelah menjadi dua.
Dua bulan berlalu aku masih saja terbelenggu. Ku dengar kak Bintang akan
pulang ke Palembang. Ah makin jauh saja aku dengannya. Aku sendiri
seperti kehilangan arah. Sudah berpuluh-puluh status aku tulis di social
media untuk kak Bintang, tapi tentu saja tidak menunjukkan itu
untuknya. Bahkan yang disindirnya pun terlihat cuek, kak Bintang seperti
sedang menikmati kebahagiaan bertemu keluarganya. Status yang kak
Bintang buat dan share pun sudah tidak terlihat galau seperti saat
perang dingin tempo dulu.
“On my way to bandara soe-ta, bismillah”
Status pertama kak Bintang yang menghiasi beranda facebook-ku. Ku buka
halaman twitterku dan menuliskan status untuk kak Bintang “Bcrful:’)”
“Lets take off”
Tulisnya lagi di akun facebook.
Tuhan semoga kak Bintang selamat sampai tujuan. Jadwal antara take off
dan landing satu jam. Hatiku belum bisa tenang karena kak Bintang belum
sampai di tempat tujuan; Palembang. Aku putuskan untuk menunggunya.
Mondar-mandir aku dibuatnya. Satu jam kemudian aku kembali mengecek akun
facebook-ku untuk memastikan kak Bintang menuliskan status; landing.
Tapi ternyata kak Bintang belum online. Kecemasanku meningkat, kemana
kak Bintang? Apakah sudah sampai? Berbagai pertanyaan kecemasan muncul
ke permukaan. Akupun mencurahkan isi kecemasanku pada akun twitterku.
Setengah jam kemudian ponselku berdering dari sebuah nomor baru, aku
mengangkatnya malas-malasan.
“Hallo, Assalamualaikum siapa?”tanyaku pada si penelepon
“Hallo Bulan waalaikumsalam, kak Bintang sudah sampai setengah jam yang
lalu, ini sedang dalam perjalanan menuju rumah kak Bintang, sebentar
lagi sampai kok”, kata kak Bintang.
“Kak Bintang?”jawabku antusias, kakak baik-baik aja kan? Aku kuat…eh mmmh…emm..Oh sudah sampai? Syukur deh”, jawabku ketus.
Hampir saja aku terbawa suasana. Aku lupa kalau aku dan kak Bintang
sedang perang. Harus tetap ja-im dong ya hahaha. Sebenarnya dari dalam
lubuk hatiku yang paling dalam aku sudah memaafkan kak Bintang, sisi
kedewasaan dan nuraniku melelehkan rasa sakit hatiku. Mungkin karena
dalamnya perasaan ku buat kak Bintang. :’)
Hahaha, iya Bulan kakak baik-baik aja, Kuat? Kuat apa? Kok g dilanjutin
sih? Kuatir maksudnya? Ini kan udah kakak telfon kamu, jadi jangan
kuatir lagi ya Ratu Bulan Purnama hihi”, ledek kak Bintang.
“Ih GR banget”, jawabku jutek.
Aku tersenyum-senyum diseberang telepon. Tuhan..aku benar-benar merindukan pria ini….
“Cieee, Bulan masih marah aja nih sama kakak? Ga kangen apa sama kakak?
Sudah dua bulan loh kita perang es kaya gini, kak Bintang kangen kamu
Lan, kangen banget. Maafin kakak, kakak sekarang tahu kalau kakak emang
ga bisa tanpa Bulan, kakak butuh Bulan, kakak pingin kita kaya dulu
lagi. Kak Bintang cuma butuh masa depan, bukan masa lalu, dan masa depan
kak Bintang itu ada di kamu Lan. Oke kata-kata kakak emang terdengar
gombal tapi itu jujur banget dari dalam hati kakak. Kakak gamau
kehilangan kamu. Kakak sayang kamu Lan….”, jelas kak Bintang.
Aku ternganga dibuatnya, diam tanpa kata. Tangan dan kakiku membeku. Rasanya seperti mimpi…aaaa…
“Em..cuma sayang doang nih?” tanyaku bercanda.
Aku mencoba mengontrol suaraku agar tidak terdengar bergetar, kan malu-maluin hihi.
“I love you Ratu Bulan Purnama”, kata kak Bintang.
Pipiku merah merona. Untung saja kak Bintang tidak ada di depanku sekarang. Hihi.
“Emm…aku juga”, jawabku malu-malu.
“Aku apa coba?”, tanya kak Bintang.
“Yaaaa…itu emmmh…i love you too kak”, jawabku.
“Hehehehe, gitu aja susah banget kayaknya, jaga diri disana ya jangan lirik-lirik cowo lain hihi”canda kak Bintang.
“Ih aku malu kak hehe, iyaaa kakak juga awas loh. Ya udah istirahat gih, mandi, makan, terus tidur. Miss you” kataku
“Siap komandan! Laksanakan! Hehehe, miss you too Bulanku, Assalamualaikum”, tutup kak Bintang.
Penantianku berbuah manis. Penantian akan sebuah harapan yang sebelumnya
tidak mungkin ku dapatkan, terjawab sudah. Pria mungil berwajah manis,
berhidung mancung, dan bibirnya yang merah menggoda itu kini sedang
bersama-sama denganku berjalan menuju masa depan. Aku dan kak Bintang
resmi menjadi sepasang kekasih. Kak Bintang memberikan kejutan untukku
saat acara mahasiswa baru berlangsung, ia naik ke atas panggung dan
menyanyikan sebuah lagu dan memberikan bunga mawar kepadaku. Aku tersipu
dibuatnya, ada saja tingkah laku pria mungil itu. Semoga kelak ikatan
kami ini terjaga sampai ke pintu pelaminan. Bahkan bintang pun
membutuhkan gelap agar bisa terlihat terang, dan bulan yang akan
meneranginya dikala gelap gulita. Aku mencintaimu Bintang Dwi Putra.
dari seorang gadis
yang akan memberikan sinarnya
hingga ia tak mampu bersinar kembali
Komentar
Posting Komentar